PENGADILAN
Tindak Pidana Korupsi tidak pernah absen menyidangkan anggota DPR/DPRD
sebagai terdakwa korupsi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai
lembaga yang menyeret para anggota dewan ke persidangan, berharap parpol
mencalonkan figur bersih menjadi wakil rakyat.
Wakil
Ketua KPK, Busyro Muqoddas mengimbau parpol peserta Pemilu 2014
benar-benar mencalonkan sosok berkualitas, mempunyai integritas, dan
tidak mempunyai rekam jejak buruk.
Jika
parpol mencalonkan sosok bermasalah menjadi wakil rakyat, maka ketika
terpilih akan menjadi beban partai. "Kalau parpol merekrut orang-orang
bermasalah, akan memunculkan pembohongan-pembohongan yang sistematis
terhadap masyarakat," kata Busyro mewanti-wanti.
Dia
menambahkan, kini pola hubungan antara parpol dengan rakyat sebagai
konstituen bersifat transaksional. Ditambah terjadi kemiskinan sumber
daya manusia di parpol, "Maka masa depan kaderisasi parpol terancam."
Jika
kaderisasi tidak berjalan, imbuh Busyro, maka timbul parpol yang
pragmatis. Parpol pragmatis, tidak menginginkan masyarakat yang kritis,
karena masyarakat yang kritis akan mengontrol dirinya sendiri. "Kondisi
masyarakat seperti itu akan lemah melakukan kritik dan kontrol."
Busyro
juga mengkritik sistem rekrutmen partai politik yang masih
mengedepankan caleg yang mempunyai kekuatan. Kata dia, ketika yang bisa
berpolitik hanya orang-orang yang memiliki kekayaan finansial, kultural,
dan darah biru. "Maka yang terjadi adalah parpol seperti. dinasti
politik. Sentral kekuasaan dan arah perpolitikan bisa jadi ditentukan
oleh dinasti," sesalnya.
Efeknya
terjadi floating mass secara massify karena hampir tidak ada pendidikan
yang cerdas, yang edukatif dan transformatif. "Aktivitas politik
terjadi hanya dalam pilkada, pemilu serta pilpres . Setelah itu selesai.
Maka masyarakat mengalami floating mass secara politik," katanya.
Kemudian
terjadi korban demoralisasi dari money politics. Money politics
menimbulkan korban demoralisasi dan memerlukan rehabilitasi yang panjang
dan membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. "Lalu sistem budaya
menerima, padahal agama mengajarkan budaya member, karena memberi itu
lebih mulia ketimbang menerima, apalagi korup. Karena budaya money
politic, masyarakat kita didik menerimamenerima saja, akliitnya punya
mindset yang salah."
Akibat dari itu semua, masyarakat jadi tidak terkontrol dan sering terjadi konflik horizontal dan memunculkan primordialisme.
Sumber : Rakyat Merdeka, 21 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar