Makassar - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad membantah institusinya tebang pilih menindak tindak pidana korupsi. Minimnya jumlah penyidik yang hanya 50 orang membuat KPK harus menentukan skala prioritas.
”KPK tidak tebang pilih, tapi ada skala prioritas. Kami hanya tangani korupsi besar,” kata Abraham Samad ketika menyampaikan materi dalam Simposium Nasional Masyarakat Hukum Pidana dan Kriminologi Indonesia di Universitas Hasanuddin, Makassar, Senin (18/3).
Abraham mengemukakan, dengan 50 penyidik, tak mungkin KPK menindak semua korupsi masif. ”Kami membuat prioritas. Prioritas ini yang ditangkap masyarakat sebagai tebang pilih. Hongkong saja yang jumlah penduduknya seperti Jakarta, dengan 8 juta penduduk, jumlah penyidiknya sampai 2.000 orang,” kata Abraham.
Karena keterbatasan sumber daya manusia, KPK mengutamakan pencegahan dengan penekanan pada perbaikan sistem. Di sektor minyak dan gas, dengan pendekatan pencegahan, KPK bisa memperbaiki sistem yang bisa mengembalikan harta negara lebih dari Rp 150 triliun.
Abraham mengakui, KPK tak punya infrastruktur yang kuat dibandingkan kejaksaan dan kepolisian. Karena itu, kasus korupsi ditangani KPK jika melibatkan pengambil keputusan terhadap kebijakan, melibatkan aparat penegak hukum, berdampak luar biasa terhadap keputusan nasional, atau berupa kejahatan sindikasi yang sistemik dan terorganisasi.
Ia mengungkapkan, saat ini, KPK fokus pada ketahanan pangan plus, yaitu pertanian, perikanan, peternakan, plus pendidikan dan kesehatan. KPK juga fokus pada ketahanan energi, lingkungan, minyak dan gas, pertambangan, dan kehutanan. Termasuk di dalamnya penerimaan pajak, bea dan cukai, dan infrastruktur.
Abraham menambahkan, pihaknya tak anti-impor. Namun, perlu dikaji apakah produk lokal tak mampu memenuhi kebutuhan lokal. ”Filosofi impor, kan, ketika produk pangan lokal tak mampu memenuhi kebutuhan lokal, baru impor. Namun, yang terjadi, regulasi impor pangan itu justru menciptakan kartel dan mafia impor,” katanya.
Dampaknya, petani lokal akan tergusur karena beras dan daging impor bisa lebih murah daripada barang lokal. ”Kenapa KPK menangani daging impor? Sebenarnya impor daging boleh dilakukan, tapi tak boleh masuk ke pasaran bebas, hanya di hotel dan restoran besar. Karena itu, dibuat kuota,” ujar Abraham.
Korupsi simulator
Sementara itu, ketua panitia lelang pengadaan simulator berkendara di Korps Lalu Lintas 2011/2012 Ajun Komisaris Besar Teddy Rusmawan membenarkan sejumlah pernyataan mantan Bendahara Umum Demokrat Muhammad Nazaruddin tentang pertemuan dengan sejumlah politisi dan aliran dana kepada mereka. Hal itu dikemukakan pengacara Teddy, Dwi Ria Latifa, di Jakarta, kemarin.
Kemarin, KPK kembali memeriksa mantan Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian Negara Republik Indonesia Inspektur Jenderal Djoko Susilo sebagai tersangka. Di Bali, KPK menyita sejumlah aset yang diduga milik Djoko di Tabanan.
Sumber: Kompas, 19 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar