Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Busyro Muqoddas menegaskan pihaknya harus memiliki tekad untuk mengungkap kasus korupsi hingga mengakar, ditambah punya keberanian sampai “nekad”. “Keberanian saja belum cukup, tapi kami harus ‘nekad’,” katanya dalam konferensi pers yang bertajuk “Peran Media Dalam Pemberantasan Korupsi” di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Rabu (6/3).
Busyro menilai sistem politik di Indonesia sekarang ini cenderung memberikan celah untuk terciptanya korupsi.”Ini bisa jadi pembajakan demokrasi yang diduga dilakukan oleh kelompokkelompok tertentu,” katanya.
Dia menambahkan sistem otonomi yang terkesan dibuat terburu-buru juga membuka celah tindakan korupsi tersebut. “Pemikiran sentralistik ini buruburu diubah dengan desentralisasi kekuasaan yang tidak diikuti oleh kesiapan-kesiapan matang, sehingga memicu korupsi hingga di tingkat daerah,” katanya.
Menurut dia, korupsi juga bukan hanya persoalan struktural tetapi kultur (budaya). “Korupsi ini seperti didesain (corruption by design), seakan-akan dibuatkan standar operasional prosedur (SOP) oleh pihak yang berkepentingan,” katanya. Dia menilai jika keadaannya seperti itu, lembaga-lembaga baik pemerintahan maupun non-pemerintahan kehilangan orientasi dirinya.
“Masyarakat tidak akan percaya lagi dengan bukti-bukti yang ada karena selain kehilangan orientasi diri, korupsi juga bisa menyebabkan krisis kemanusiaan dan kepemimpinan,” katanya. Dia juga menyebutkan fenomena korupsi sudah sampai menjadi tingkatan dan kebutuhan (corruption by grade, corruption by need).
Menurut Busyro, praktik transaksional semakin marak terutama yang dipengaruhi oleh kedekatan antarpihak, terutama menjelang pilkada dan pemilu. Dia menambahkan hal tersebut bisa dilihat dari kemudahankemudahan parpol dalam melakukan koalisi, meski ada perbedaan ideologi.
“Ini kan bukti bahwa ideologi bukan merupakan elemen penting parpol lagi. Banyak kita temukan kedekatan yang dadakan antarparpol padahal dulunya mereka bisa dikatakan ‘bermusuhan,” katanya.
Dia mengimbau kepada masyarakat untuk bersama-sama melawan korupsi dan tidak hanya menjadi penonton. Sebelumnya, Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraeni menilai politik transaksional semakin melembaga. “Pendanaan politik kita ini masih membingungkan, apakah mekanismenya berdasarkan pasal atau pasar?” katanya.
Peran Media
Anggota kelompok kerja Dewan Pers Leo Batubara mengatakan, tetap mendorong peran media memberantas korupsi sesuai dengan fungsi strategis menyampaikan informasi dan pendidikan kepada masyarakat. “Asalkan fokus pada persoalan dimana titik vitalnya suatu berita itu dan harus punya agenda setting yang memang tujuannya memberantas korupsi,” kata dia.
Menurut Leo, posisi media sangat penting karena menentukan apakah media tersebut berada dalam pihak yang netral atau justru ikut terbawa arus korupsi.Namun, Leo menilai terkadang media kurang profesional karena adanya kepentingan pemilik modal yang memengaruhi agenda setting wartawan.
Sumber : Investor Daily, 07 Maret 2013
0 komentar:
Posting Komentar