Jumat, 29 Maret 2013

Pasal Penyadapan Tak Berlaku bagi KPK

JAKARTA – Mantan Ketua Mahkamah Agung (MA) Harifin A Tumpa menyatakan bahwa pasal penyadapan yang tercantum dalam RUU Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak dapat diberlakukan bagi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
UU KPK bersifat lex specialis (bersifat khusus), yang artinya tidak terkena aturan KUHAP yang bersifat lex generalis (bersifat umum). Dengan asas lex specialis derogat legi generalis, yakni undang-undang yang bersifat khusus menyingkirkan undang-undang yang bersifat umum. “Bahwa KUHAP itu mengatur hal-hal yang bersifat umum. Kemudian UU KPK, kalau dia mengatur secara khusus, maka itu yang berlaku,” kata Harifin di Jakarta kemarin. Menurut Harifin, hal ini sesuai dengan kaidah hukum perundang- undangan. Apabila terdapat sebuah UU yang memiliki kekhususan, aturan umum tidak dapat dipakai.
“Kalau undang- undangnya sudah tersendiri, maka dengan sendirinya undang-undang khusus itu yang berlaku walaupun ada aturan umumnya,” ujarnya. Namun apabila RUU KUHAP yang saat ini dibahas oleh DPR menyebutkan pasal penyadapan juga berlaku bagi KPK, sifat kekhususan itu lebur. “Kalau seperti itu, memang menjadi pengertian yang lain bahwa UU KPK itu khusus mengenai persoalan seperti ini tidak sah lagi berlaku secara khusus, karena sudah terkunci di KUHAP,” kataHarifin.
Oleh karena itu, dia mengimbau agar DPR melibatkan KPK dalam pembahasan rancangan KUHAP tersebut. “Tentu ini mesti dibicarakan,” ujar Harifin. Diberitakan sebelumnya, Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas meminta pemerintah menarik draf RUU KUHAP. Menurutnya, penarikan itu berkaitan dengan adanya draf yang dinilai memberatkan KPK. “Kami berharap draf itu ditarik dulu,” katanya.
Busyro menuturkan bahwa KPK belum pernah sekali diundang pemerintah dalam penggodokan RUU KUHAP, padahal lembaga antikorupsi itu adalah salah satu pengguna dari undang-undang tersebut. KPK berharap lembaganya dilibatkan dalam pembahasan draf RUU KUHAP tersebut. “Kami siap untuk diajak berdialog. Kami juga akan ajak kampus dan masyarakat untuk memberi masukan, jadi bukan hanya dari kami semata,” katanya. Lebih lanjut Busyro mengatakan, selain RUU KUHAP, KPK juga tak pernah diikut sertakan dalam RUU Tipikor.
KPK, katanya, baru diikut sertakan setelah pihaknya menyatakan keberatan. Untuk diketahui, di dalam draf RUU KUHAP itu terdapat banyak perubahan, termasuk mekanisme penyadapan yang tercantum dalam pasal 83, yang menyatakan perizinan penyidik dalam melakukan penyadapan ke hakim komisaris. Dalam pasal itu, penyidik harus mendapatkan izin dari hakim komisaris bila ingin melakukan penyadapan, termasuk KPK. Padahal, sebelumnya Menkumham Amir Syamsuddin mengatakan bahwa KPK mempunyai UU yang bersifat lex specialis, yang membedakannya dengan lembaga lain terkait ketentuannya KUHAP.
Maka dengan UU itu, KPK tak perlu meminta izin kepada ketua pengadilan negeri untuk melakukan penyadapan. Sementara itu, pembahasan RUU KUHAP ini akan melibatkan 11 tim yang terdiri atas lembaga penegak hukum, kecuali KPK.

Sumber : Seputar Indonesia, 27 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar