Senin, 25 Maret 2013

Corruption Update : KPK Tetapkan Empat Tersangka Suap

AKARTA – Operasi penangkapan hakim Setyabudi Tejocahyono yang diduga menerima suap Rp 150 juta berujung pada penetapan empat tersangka. Setelah pemeriksaan 1 x 24 jam sejak tertangkap, Wakil Ketua PN Bandung Setyabudi disangka melanggar pasal 12 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dengan ancaman hukuman 20 tahun penjara. Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto memastikan status tersebut setelah melakukan ge lar perkara kemarin. ”Penerima dikenakan pasal 12 huruf a atau b atau c,” ujarnya melalui pesan singkat kemarin (23/3).
Alternatif sangkaan untuk Setyabudi adalah pasal 5 ayat 2 dan pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor dengan ancaman hukuman maksimal lima tahun penjara. Tiga orang ikut ditetapkan sebagai tersangka. Mereka adalah Asep, pria yang tertangkap basah bersama Setyabudi di ruang kerja, dan Plt Kadispenda Pemkot Bandung Heri Nurhayat.
”Satu lagi berinisial T,” kata Bambang. Namun, Bambang tidak menjelaskan secara terperinci siapa sosok berinisial T tersebut. Dia hanya menjelaskan, T bersama Asep dan Heri Nurhayat disangka melanggar pasal yang sama. Yaitu, pasal 6 ayat 1, pasal 5 ayat 1, atau pasal 11 UU Pemberantasan Tipikor.
T tidak termasuk di antara lima orang yang diamankan dari Bandung ke gedung KPK. KPK melepas dua orang yang kemarin ikut diamankan, yakni PPG alias Pupung yang menjabat bendahara dispenda serta seorang satpam PN Bandung. ”Sementara P tidak ditingkatkan penyidikannya, tetapi T kini ditetapkan sebagai tersangka,” tuturnya.
Berdasar informasi, T itu adalah Totok Hutagalung. Dia adalah pemimpin organisasi masyarakat setempat. Seperti operasi tangkap tangan lainnya, penetapan tersangka tersebut lang sung diikuti dengan penahanan. Setyabudi ditahan di Rutan Guntur. Sementara itu, tersangka lainnya ditahan di Rutan KPK. Jumat (22/3) sekitar pukul 14.15 KPK menangkap basah Setyabudi di ruang kerjanya bersama Asep dengan uang Rp 150 juta yang dibungkus koran.
Bukan hanya itu. Dalam Avanza biru yang dikendarai Asep juga masih ada banyak uang. Dugaan awal, uang tersebut terkait dengan kasus korupsi dana bantuan sosial (bansos) Pemkot Bandung yang dita ngani PN Bandung. Dalam sidang yang menyeret tujuh terdakwa itu, Setyabudi selaku ketua majelis hakim hanya menjatuhkan vonis ringan.
Meski merugikan negara Rp 66,6 miliar, setiap terdakwa dipenjara setahun dan denda Rp 50 juta subsider sebulan kurungan. Tujuh terdakwa itu adalah Luthfan Barkah, ajudan sekretaris daerah; Yanos Septadi, ajudan wali kota Bandung; Rochman, eks bendahara pengeluaran Sekretariat Daerah Kota Bandung; dan Uus Ruslan, kepala bagian tata usaha.
Lalu, Firman Himawan, staf keuangan Pemkot Bandung; Havid Kurnia, kuasa bendahara umum; dan Ahmad Mulyana. MA Jamin Hakim Tetap Profesional Tertangkapnya hakim Setyabudi ikut menyentil soal RUU KUHAP yang mengatur kewenangan KPK untuk menyadap. Dalam rancangan yang ditandatangani Ketua Tim RUU KUHAP Andi Hamzah itu, dinyatakan bahwa penyadapan harus dilakukan setelah mendapat izin dari hakim.
Naskah akademik itu menyebutkan, penyadapan dilakukan dengan perintah tertulis atasan penyidik setempat setelah mendapat izin hakim pemeriksa pendahuluan. Dengan demikian, tidak ada kecuali, KPK pun dalam menyadap harus seizin hakim pemeriksa pendahuluan. Pengecualian izin hakim pemeriksa pendahuluan dalam keadaaan mendesak dibatasi dan dilaporkan kepada hakim melalui penuntut umum. Nah, hal itu tentu saja bertentangan dengan UU 30/2002 tentang KPK.
Seperti diwartakan, UU memberikan kewenangan kepada KPK untuk menyadap tanpa izin pengadilan. Apakah hakim nanti tetap bisa profesional jika KPK dan Mahkamah Agung (MA) sudah bekerja sama memberantas hakim nakal? Kabiro Hukum dan Humas MA Ridwan Mansyur memastikan hakim tetap profesional. Jika RUU tersebut disahkan, dia menjamin hakim tidak akan sungkan saat KPK meminta izin menyadap teman sesama pengadil. ’’Tidak ada masalah,’’ janjinya.

Sumber : Jawa Pos, 24 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar