This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 27 Februari 2013

Indonesia Memanggil :Lowongan "PENASEHAT KPK" tahun 2013 - 2017

TIM panitia seleksi (pansel) mencari penasihat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang memiliki integritas dan independensi untuk mengisi jabatan tersebut sebanyak empat orang.
Tim panitia seleksi berupaya keras untuk menyeleksi mereka yang berintegritas dan kompetensi baik, tapi yang paling penting adalah punya independensi, jadi tidak partisan, terakhir punya kepemimpinan sehingga diharapkan tim penasihat akan memperkuat KPK dan dapat dipercaya publik," kata ketua tim pansel penasihat KPK, Imam Prasodjo dalam jumpa pers di gedung KPK, Senin (25/2).
KPK mulai kemarin resmi membuka pendaftaran untuk mengisi jabatan sebagai penasihat KPK untuk 4 posisi periode 2013-2017.
Tim pansel terdiri dari sosiolog Universitas Indonesia Imam Prasodjo (ketua tim), mantan Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif (anggota), peneliti Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Mochtar Pabotingi (anggota), mantan wakil ketua KPK Bibit Samad Riyanto (anggota) dan mantan ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Kfcuangan Yunus Husein (anggota).
"Terdapat lima tahapan dalam seleksi ini, kami diminta untuk menyeleksi hingga menjadi delapan orang kandidat, dari jumlah ini pimpinan KPK akan menyeleksi menjadi empat orang," ungkap Imam, sebagaimana dikutip Antara.
Lima tahapan yang akan dilakukan dimulai dari pendaftaran, seleksi administratif, penilaikan kompetensi dan integritas, penilaian lanjutan yang terdiri atas wawancara dengan pansel, tes simulasi dan tes kesehatan, dan tahap terakhir adalah wawancara dengan pimpinan KPK.
"Kami mengimbau agar semua lembaga masyarakat ikut proaktif mengusulkan siapa saja yang bersedia mendaftar. Kami sebagai tim pansel juga akan mengajak orang-orang yang menurut kami layak untuk mendaftar dengan catatan tidak ada jaminan kalau orang yang diajak pasti lolos dalam seleksi dan kami juga harus melaporkan siapa yang kami ajak," tambah Imam.
Saat ini KPK hanya memiliki dua orang penasihat atau separuh dari jumlah yang diamanatkan Undang-undang 30 tahun 2002 tentang KPK yang berjumlah empat orang.
"Untuk penasihat yang sekarang menjabat ada yang satu orang sudah dua kali menjabat sehingga tidak dapat mengajukan diri lagi, dan satu orang lagi menyampaikan secara lisan tidak ingin lagi menjabat karena ada faktor pribadi mungkin kesehatan dan umur," kata Sekretaris Jenderal KPK Annies Said Basalamah dalam acara yang sama.
Dua orang penasihat KPK tersebut adalah Abdullah Hehamanua yang sudah dua kali menjabat dan Said Zainal Abidin.
Selain memiliki integritas, kompetensi, independensi dan kepemimpinan, penasihat KPK juga harus memiliki pengalaman kerja minimal 15 tahun di bidang hukum pidana, keuangan, perbankan, tata usaha negara, hukum perdata, manajemen dan organisasi, psikologi, teknologi informasi dan atau sistem audit kumulatif.
Usia pendaftar minimal 50 tahun pada akhir masa keija panitia seleksi, yaitu pada 7 Mei 2013, pendidikan minimal setingkat saijana (SI), sudah tidak menjadi pengurus atau anggota partai politik sedikitnya lima tahun terakhir.
Sementara itu, Wakil Ketua KPK Bambang Widjojanto terpilih menjadi perwakilan pimpinan yang masuk ke dalam Komite Etik KPK. BW, demikian dia biasa disapa, masuk Tim Komite Etik bersama seorang penasihat KPK, Abdullah Hehamahua dan tiga tokoh dari luar KPK, Pemilihan dia itu merupakan kesepakatan seluruh pimpinan KPK guna menelusuri siapa pembocor dokumen pengajuan sprindik yang menyatakan Anas Urbaningrum sebagai tersangka.
"Kami berlima sepakat untuk menentukan Pak Bambang. Alasannya kesepakatan dari unsur pimpinan karena dia dinilai tidak mempunyai conflict of interest," kata Wakil Ketua KPK, Busyro Muqoddas dalam keterangan pers di kantor KPK, kemarin, sebagaimana dikutip Tribunnews.com.
Tiga orang pihak eksternal lainnya yang dimasukkan dalam Komite Etik yakni Prof Dr abdul Muhfti Fajar, Rektor Universitas Paramadina Anis Baswedan, dan mantan Ketua KPK, Tumpak Hatorangan Panggabean.

Untuk pendaftaran Calon Penasehat KPK  Berikut unduhan formulir dibawah ini :

Sumber : Warta Kota, 26 Februari 2013

JANGAN TOLERANSI KORUPTOR

Kunjungan sejumlah tokoh ke rumah Anas Urbaningrum menunjukkan mereka lebih mengedepankan kepentingan politik dibandingkan dengan pemberantasan korupsi.
Kunjungan beberapa tokoh lintas partai kepada Anas Urbaningrum, tersangka kasus korupsi Hambalang, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Mereka dinilai mengarahkan kasus hukum kepolitik dan tidak menyokong langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koordinator Indonesian Coruption Watch (ICW), Danang Widoyoko mengatakan, kunjungan sejumlah orang ke rumah Anas Urbaningrum menunjukkan mereka lebih mengedepankan kepentingan politik dibandingkan dengan pemberantasan korupsi. "Saya tidak tahu kemana mereka akan letakkan muka jika bicara korupsi nanti. Seorang koruptor meski baru tersangka seharusnya selain diberikan sanksi hukum juga sanksi sosial, bukan malah diberikan simpati," katanya, Selasa (26/2).
Setelah Anas menjadi tersangka korupsi, beberapa tokoh mendatangi kediamannya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Mereka antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura Harry Tanoesoedibjo, dan politisi Hanura lainnya Yuddhy Chrisnandy.
Danang mengingatkan kepada para tokoh tersebut bahwa upaya pemberantasan korupsi akan berhasil kalau seluruh komponen bangsa menerapkan zero tolerant bagi pelaku korupsi.
"Jangankan teman, saudara pun tidak akan dibela jika melakukan korupsi. Tapi saya yakin meski demikian KPK akan tegas memberantas korupsi. Mudah-mudahan dengan ditetapkannya Anas menjadi tersangka akan membuka kasus korupsi yang melibatkan partai-partai lain juga," katanya.
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia meminta para elite politik untuk menahan diri. "Para tokoh elite tidak perlu membela tersangka secara berlebihan. Apakah karena berasal dari organisasi yang sama atau atas nama apapun, tersangka korupsi tetaplah tersangka. Biarkan KPK bekerja dan proses peradilan berjalan," kata Harlans M Fachra, Konsulat Nasional Gerak Indonesia di Jakarta, Selasa (26/2).
Harlans M Fachra menyatakan beberapa tokoh menggiring opini tersangka sebagai pihak yang dizolimi untuk menarik simpati publik. "Persoalan hukum harus diletakkan dalam konteks hukum. Kami menyerukan janganlah menggiring kasus ini ke persoalan politik. Fokus saja ke persoalan hukum," katanya.

Gerak Indonesia, lanjut Harlans M Fachra, juga merasa prihatin dengan banyaknya tokoh muda terjerat kasus korupsi. Kondisi ini tentu akan menyulitkan transisi kepemimpinan ke depan. Oleh karena itu, cukuplah kasus Anas sebagai kasus terakhir dugaan korupsi yang melibatkan generasi muda Indonesia. "Kami mendukung sepenuhnya kerja KPK.Kami meyakini sepenuhnya integritas KPK dalam kasus ini," ujarnya.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menyatakan tokoh yang bersimpati kepada Anas tidak memahami bahwa korupsi adalah musuh terbesar bangsa ini. "Meski tidak ada aturan hukum atau ketatanegaraan, sikap seperti itu tidak beretika dan melukai perasaan masyarakat," ujar Asep.
Sikap mereka ini, menurut Asep akan membuat sikap apatis masyarakat terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi semakin menjadi-jadi. "Mereka adalah tokoh masyarakat yang seharusnya memberikan contoh dan mendorong KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi. Bukan malah memberikan dukungan moral bagi tersangka kasus korupsi yang sudah banyak menguras energi bangsa ini," kata Asep.
Setelah mendapat kecaman, beberapa tokoh yang mengunjungi Anas, menyatakan tidak bermaksud menggiring masalah hukum ke politik. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menjelaskan bahwa kunjungannya tak terkait status tersangka Anas.
"Mas Anas, kalau perjalanannya baik-baik, pasti dilirik menjadi pimpinan nasional, tiba-tiba dalam hitungan detik harus meninggalkan seperti itu. Jadi saya prihatin," ujar Priyo di gedung DPR, Senayan, Selasa (26/2).
Priyo mengatakan kedatangannya tak ada kaitan dengan status Anas sebagai tersangka. Priyo datang sebagai kerabat. "Ada memang pembicaraan soal politik, cuma yang ringan-ringan saja," tutur pria yang juga politikus Golkar itu.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kunjungan tokoh lintas partai ke kediaman Anas Urbaningrum hanya untuk memberi dukungan moril terhadap permasalahan hukum yang dihadapinya. "Itu dukungan moril saja agar Anas tabah, jangan dilihat nuansa politisnya," katanya setelah memberi kuliah umum di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI) Depok, Selasa.
Sejumlah kader Partai Demokrat khawatir, banyak penumpang gelap dalam kasus Anas. ‘'Banyak yang numpang ngetop di kasus Anas. Mereka mendramatisir kasus hukum ini menjadi kasus politik. Mudah-mudahan Anas sadar,'' kata Achsanul Qosasih Wakil Ketua Fraksi Demokrat.
Anggota Dewan Pembina Demokrat, Prof. Achmad Mubarok yang selama ini dikenal dekat dengan Anas mengatakan, sangat mungkin banyak yang mengambil kesempatan dalam kasus Anas. Banyak tamu yang bermaksud mengadu domba Anas dengan SBY.
‘'Bukan mereka simpati tapi malah memfaatkan kasus Anas. Ini bahaya kalau Anas tidak waspada. Saya berharap, Anas hati-hati. Kasus Anas ini kasus hukum, jangan dibawa ke ranah politik, karena bisa tambah runyam,'' tegas Mubarok.

Sumber : Jurnal Nasional, 27 Februari 2013

Corruption Update : Rumah Djoko Susilo 2 Hektar Disita

BERTAMBAH banyak saja rumah tersangka kasus korupsi pengadaan simulator SIM Irjen Pol Djoko Susilo yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Setelah sebelumnya KPK menyita 10 rumah dia, kemarin KPK menyita satu lagi rumah jenderal polisi tersebut, yang lahannya seluas sekitar 2 hektar di Jalan Luewinanggung RT 01/08 No 69, Leuwinanggung, Tapos, Depok.
Menurut Ketua RW 08 Leuwinanggung Sangken, petugas KPK melakukan penyitaan Selasa (26/2) sekitar pukul 14.30. Sebelumnya petugas dari KPK mendatangi kelurahan dan menyatakan akan menyita rumah mllik jenderal polisi bintang dua itu. "Ada tiga orang dari KPK, empat orang sama yang pasang papan sita," ujar Sangken sebagaimana dikutip Tribunnews.com.
Lebih lanjut Sangken menjelaskan bahwa rumah milik Djoko Susilo itu memiliki luas tanah hampir dua hektar, tepatnya 18.000 m2. Tanah tersebut menurut Sangken awalnya milik wa^ga sekitar namun ada juga yang sudah menjadi mllik orang pendatang.
Warga umumnya tahu bahwa rumah megah dengan halaman yang sangat luas itu adalah mllik Djoko, namun tidak ada yang pemah melihat secara langsung sosok Djoko yang saat ini tersandung masalah korupsi pengadaan simulator SIM itu.
"Ya kita tahunya itu punya jenderal aja, gak tahu orangnya yang mana, tahu-tahu liatnya di tv," ujar Ketua RT 01 Suki Maulana.
Berdasarkan catatan Antara, sebelum penyitaan properti Djoko di Tapos itu, KPK telah menyita 10 rumah Djoko yang terserak di Jakarta, Depok, Solo, Semarang dan Yogyakarta.
Rumah Djoko yang disita di Jakarta yaitu di Jalan Prapanca Raya Nomor 6 Jakarta Selatan, Jalan Cikajang Nomor 18 Jakarta Selatan, dan Jalan Elang Emas Blok D II Nomor 2, Tanjung Mas Raya, Tanjung Barat Jakarta Selatan, sedangkan satu rumah lagi di Kompleks Perumahan Pesona Khayangan Blok E Nomor 1 Depok.
Rumah Djoko yang di luar Jakarta dan Depok yang disita KPK yaitu di Jalan Sam Ratulangi Kelurahan Banjarsari Surakarta; Jalan Perintis Kemerdekaan Kelurahan Sondakan Solo, Jawa Tengah; Jalan Langenastran Kidul No 7 Yogyakarta, Jalan Patehan Lor No 34 dan No 36 Yogyakarta , serta di Bukit Golf Kelurahan Jangli, Kecamatan Tembalang, kota Semarang.
Guna mendalami kasus tersangka Djoko yang juga dikenai pasal pencucian uang, KPK kemarin memeriksa saksi kunci, Sukotjo S Bambang, yang menjadi rekanan pengadaan alat simulator tersebut.
Sukotjo yang sedang menjalani hukuman penjara di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kebon Warn, Bandung, dijemput dan diinapkan di gedung KPK Pengacara Sukotjo, Erick S Paat usai menemui kliennya mengungkapkan, Sukotjo akan menjalani pemeriksaan secara marathon hingga Kamis besok.
Alasan yang disampaikan penyidik kepadanya, kata Erick, karena masih banyak hal yang perlu dimintai keterangan kembali.
Dalam kasus Simulator, Sukotjo sudah berstatus tersangka. Direktur PT Inovasi Teknologi Indonesia (PT ITI) itu bersama Budi Susanto, Direktur Utama PT Citra Mandiri Metalindo Abadi (PT CMMA) merupakan dua orang swasta yang mengurusi proyek pengadaan Simulator.
Meski posisinya sebagai tersangka, Sukotjo merupakan saksi penting. Sukotjo yang dilindungi Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) itu mengaku pernah diminta memberikan uang Rp 2 miliar kepada Irjen Djoko.
Sukotjo jugalah yang melaporkan dugaan korupsi di proyek Simulator ini hingga menyebabkan Iijen Pol Djoko Susilo mendekam di Rutan Guntur.
Perusahaan Budi diduga membeli barang simulator ke perusahaan Sukotjo dengan harga jauh lebih rendah dari nilai tender yang dimenangkan. FT CMMA diduga membeli barang ke PT ITI senilai Rp 90 miliar, sementara nilai kontrak tender yang dimenangkan perusahaan tersebut mencapai Rp 196,8 miliar.
Sumber : Warta Kota, 27 Februari 2013

ICAC : inilah "KPK" nya Hongkong

ICAC, dengan nama panjang Independent Commission Againtst Corruption (廉政公署), merupakan badan anti korupsi yang paling berhasil dan kuat di dunia, didirikan pada tanggal 15 February 1974 oleh gubernur Hong Kong pada waktu itu, Sir Crawford Murray MacLehose.
Hong Kong pada waktu 1960s mulai memasuki tahap perkembangan ekonomi dengan sangat pesat, tetapi kerja upah para pegawai pemerintah pada waktu itu masih rendah, jadi tidak heran terjadi banyak kasus-kasus korupsi dari pejabat pemerintah, polisi, pemadam kebakaran, sampai pekerja kebersihan di rumah sakit pun korupsi, kalau tidak beri uang, tidak ada selimut dan air minum, dan semakin hari semakin parah keadaannya. Pihak kepolisian pernah mendirikan departemen anti korupsi untuk mencegah korupsi dalam kepolisian dan sektor pemerintah lainnya, tapi tidak berhasil karena latar belakang orang-orang yang korupsi sangat kuat.
Karena kekorupsian di Hong Kong yang sangat parah waktu itu, pemerintah Inggris merasa prihatin dan memutusi mendirikan departemen khusus untuk memberantasi korupsi yaitu ICAC. Badan ICAC ini langsung dibahwa kekuasaan gubernur Hong Kong dan hanya memberi laporan kepada gubernur Hong Kong pada waktu itu, bisa bilang badan ICAC ini menerima kuasan langsung dari pihak pemerintah Inggris. Setelah keberhasilan ICAC di Hong Kong ini, negara-negara mulai mencontohi Hong Kong untuk mendirikan departemen pemerintah yang sama untuk pemberantasan korupsi.
Pada waktu itu salah satu kepala polisi tinggi bernama Peter Fitzroy Godber ditemukan memiliki harta kira-kira sebanyak 600,000 US dollar dan disimpan di bank luar negeri sebelum dia pensiun pada tahun 1973, dan waktu tahap penyelidikan, dia mengatur jalan untuk istrinya meninggalkan Hong Kong terdahulu, dan dia sendiri dengan berhasilnya melewati pihak imigrasi dan polisi didalam airport dan naik pesawat kembali ke London. Pada tahun 1975, ICAC berhasil memulangkan dia dari Inggris ke Hong Kong dan dipenjara selama empat tahun lamanya, dalam kasus ini pemerintah Hong Kong mengundang salah satu pengacara paling terkenal di Inggris dan semua ini cukup menyatakan penegaskan pemerintah Hong Kong untuk memberantas korupsi.
Setelah kasus penangkapan Peter Fitzroy Godber ini, para polisi di Hong Kong sangat cemas, karena hampir tidak ada polisi yang tidak melakukan korupsi pada waktu-waktu itu, maka setelah itu terjadi tragedi penyerangan polisi kepada kantor pusat ICAC di daerah Central, dan polisi mengancam untuk berhenti menjaga keamanan. Pemerintah Hong Kong pada waktu itu sangat cemas karena jika tidak ada polisi menjaga keamanan, Hong Kong akan menjadi kacau dan akhirnya gubernur memutusi polisi yang melakukan korupsi kecil sebelum tahun 1977 akan bebas dari hukum, akhirnya polisi kembali kepada posisi kerja.
Setelah tahun 1997 kembalinya Hong Kong menjadi salah satu bagian dari China, ICAC tetap memberikan peran yang sangat penting dan Hong Kong tetap menjadi salah satu tempat di dunia ini yang paling dikit korupsi. Karena adanya ICAC ini, Hong Kong sekarang bisa menjadi salah satu kota yang paling maju dan berkembang didunia ini.

Sumber: FotoCatch Photography // www.socam.com

Selasa, 26 Februari 2013

Corruption Update : Terdakwa Suap PON Dituntut 8 Tahun Bui

PEKANBARU — Jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi menuntut bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau, Lukman Abbas, dengan hukuman 8 tahun penjara dalam kasus suap Pekan Olahraga Nasional XVIII2012 Riau.
"Menuntut agar majelis hakim menjatuhkan hukuman pidana selama 8 tahun," ujar jaksa, Riono, di depan majelis hakim yang diketuai Isnurul di Pengadilan Negeri Pekanbaru kemarin. Jaksa juga menuntut Lukman membayar denda Rp 300 juta subsider 4 bulan penjara.
Jaksa menilai terdakwa terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam tuntutannya, Riono mengatakan terdakwa memerintahkan perusahaan kontraktor pembangunan lapangan tembak untuk menyediakan uang suap ke DPRD Riau sebesar Rp 1,8 miliar untuk merevisi dua perda dan memberikan duit Rp 900 juta kepada anggota DPRD Riau. Terdakwa juga menerima uang dari perusahaan pemenang tender venue PON sebesar Rp 700 juta.
Selain itu, jaksa menyebutkan Lukman menyuruh pihak perusahaan memberikan uang ke Gubernur Riau Rush Zainal sebesar Rp 500 juta.
Menanggapi tuntutan itu, Lukman mengatakan akan mengajukan pembelaan pada Rabu pekan depan. Namun, saat ditemui seusai sidang, bekas staf ahli Gubernur Rusli Zainal itu bungkam."No comment," katanya.
Kasus korupsi itu terungkap setelah KPK mencokok tujuh anggota DPRD Riau pada 3 April 2012. Saat penangkapan, KPK menyita duit Rp 900 juta, yang diduga sebagai uang suap proyek PON. Hingga kini sudah 13 orang yang dijerat KPK dalam kasus tersebut. Terakhir, komisi antirasuah itu menetapkan Gubernur Rusli Zainal sebagai tersangka.

Sumber : Koran Tempo, 22 Februari 2013

Corruption Update : KPK Geledah Rumah Dinas Rusli Zainal (Gubernur Riau)

JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah rumah dinas Gubernur Riau Rusli Zainal. Juru bicara KPK, Johan Budi S.P., mengatakan penggeledahan ini terkait dengan kasus dugaan korupsi dalam revisi peraturan daerah untuk PON Riau dengan tersangka Rusli Zainal.
“Penggeledahan di pendopo atau rumah dinas gubernur di Jalan Diponegoro, Pekanbaru,” kata dia di kantornya kemarin. Menurut Johan, penggeledahan terjadi di satu lokasi, yakni di rumah dinas. Ihwal lokasi lainnya, Johan mengaku belum mendapat informasi. “Informasi dari tim satuan tugas di Riau, itu pendapa rumah dinas,” ujarnya.
KPK menetapkan Rusli sebagai tersangka pada Jumat, 8 Februari lalu, dalam tiga kasus dugaan korupsi. Politikus Partai Golkar itu disangka menyuap anggota DPR dan terlibat dalam korupsi revisi peraturan daerah tentang anggaran Pekan Olahraga Nasional Riau.
Rusli juga ditengarai terlibat dalam korupsi izin lahan hutan di Pelalawan. Dalam perkara korupsi PON, KPK telah menetapkan 14 tersangka, 10 di antaranya adalah anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Riau. Empat orang sudah divonis, antara lain Faisal Aswan dari Golkar, eks Wakil Ketua DPRD Riau Taufan Andoso, serta Lukman Abbas, bekas Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Riau.
Berdasarkan pantauan Tempo, sejak pukul 09.30, kemarin, sekitar 10 penyidik KPK menggeledah tiga tempat, yakni ruang kerja dan rumah dinas Rusli, serta ruang kerja Sekretaris Daerah Wan Syamsir Yus. Penyidik membagi dua tim untuk menggeledah ruang kerja Rusli dan Wan Syamsir.
Eva Nora, pengacara Rusli, mengaku tak keberatan dengan penggeledahan KPK. Dia beralasan, penggeledahan itu sudah sesuai dengan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Soal barang bukti yang disita KPK, Eva tutup mulut. “Tanyakan saja ke KPK,” katanya kepada Tempo.
Sumber : Koran Tempo, 26 Februari 2013

Sabtu, 23 Februari 2013

Jepara Anti Corruption House

Kontak Kami

Alamat Kantor / Central Headquarter
Rt. 14/III Bawu, Batealit, Jepara
Kode Pos 59461
Jawa Tengah - Indonesia

Phone. +62-85 743 371 527
Phone  +62-85 727 043 526
E-mail : jacohouse@gmail.com
Weblog : www.jacohouse.blogspot.com
Facebook : www.facebook.com/JeparaAntiCorruptionHouse
Twitter : @jeparaanticorruptionhouse

Corruption Update : Anas Urbaningrum Menjadi Tersangka Kasus Hambalang

Jakarta, 22 Februari 2013. Dalam pengembangan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi penerimaan hadiah berkaitan dengan proses pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) di Hambalang dan/atau proyek-proyek lainnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan minimal dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan status kasus tersebut ke penyidikan. Dalam kasus ini, KPK menetapkan AU (Mantan Anggota DPR RI) sebagai tersangka.
Tersangka AU selaku Anggota DPR RI diduga telah menerima hadiah atau janji padahal diketahui atau patut diduga bahwa hadiah atau janji tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan kewaijbannya terkait dengan pelaksanaan pembangunan Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional di Hambalang.
Atas perbuatannya, AU disangkakan melanggar Pasal 12 huruf (a) atau (b) atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Untuk kepentingan penyidikan, pada hari ini KPK juga telah menandatangani surat permintaan pencegahan bepergian ke luar negeri kepada Direktorat Jenderal (Ditjen) Imigrasi terhadap tersangka AU untuk waktu 6 bulan ke depan.
Untuk informasi lebih lanjut, silakan menghubungi: 
Johan Budi SP 
Hubungan Masyarakat
Komisi Pemberantasan Korupsi
Jl. HR. Rasuna Said Kav C-1
Jakarta Selatan 
(021) 2557-8300
www.kpk.go.id | Twitter: @KPK_RI

Source : www.kpk.go.id
Pict soure : www.kompas.com

Rabu, 20 Februari 2013

Jepara Anti Corruption House

Selamat Datang di Jepara Anti Corruption House (JACO House). Kami adalah Forum Anti Korupsi Pertama di Jepara. Kita terbuka untuk bersama-sama masyarakat Memerangi KORUPSI yang mulai menyebar hingga ke Pelosok Tanah Air, untuk Jepara Khususnya dan Seluruh Masyarakat Indonesia Umumnya. JACO House, merupakan forum untuk berdiskusi dan Aksi Pemberantasan Tindakan Korupsi melalui Aksi dan Edukasi serta sosialisasi kepada Masyarakat tentang Korupsi, Bahaya Korupsi serta berbagai Penyimpangan tindakan Korupsi yang ada di sekitar lingkungan Masyarakat. Visi Misi Kami Ingin menciptakan masyarakat yang bersih dan sehat dari KORUPSI demi terciptanya Masyarakat Madani yang bebas dari KORUPSI. Aksi Kami berbasis Sosial Media, dengan tujuan untuk menjangkau seluruh lapisan masyarakat. "Dibutuhkan lebih dari sekedar TEKAD untuk memberantas KORUPSI, Kita butuh AKSI untuk membersihkan, Bersama Kami mari Kita Wujudkan".

Jepara Anti Corruption House

Senin, 18 Februari 2013

Intisari Buku : Perang Perangan Melawan Korupsi

Tidak ada bangsa di muka bumi yang sepenuhnya bebas dari perbuatan korupsi. Jika ada yang membedakan, terutama terletak pada skala dan kualitasnya. Indonesia termasuk sebuah negara dengan skala dan kualitas korupsi yang sangat dahsyat. Jauh sebelum merdeka, kita sudah dikenalkan dengan era VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie/Kompeni India Timur) sebelum Nusantara ini diambil oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1799. VOC hancur karena korupsi yang dilakukan kalangan elitenya, sehingga kompeni itu tersungkur, tidak dapat ditolong lagi. Tetapi jauh sebelum itu kerajaan-kerajaan yang pernah timbul-tenggelam di Nusantara, khususnya di daerah-daerah yang sistem feodalnya demikian kental, korupsi juga sudah merebak. Para pangeran yang sering berselisih sesama mereka hampir tidak ada yang terlepas dari virus korupsi.

Menyoroti kondisi terkini dalam kaitannya dengan praktik korupsi di Indonesia, rasanya hampir kehabisan kosa-kata untuk menggambarkannya saking parahnya. Jika dulu perbuatan terkutuk itu lebih banyak dilakukan oleh kaum elite, sekarang situasinya sudah menyeruak ke hampir seluruh tubuh bangsa ini. Sifatnya sistemik, menyeluruh, dan mengerikan. Korupsi di manapun selalu berkaitan dengan sistem kekuasaan. Sebuah sistem kekuasaan yang dipimpin oleh penguasa yang rapuh secara moral, tidak mungkin diharapkan punya nyali untuk memerangi korupsi, meskipun secara verbal berkali-kali berjanji untuk melakukannya. Sejak era Bung Karno dan seterusnya kita telah mengenal berbagai badan yang dibentuk pemerintah untuk melawan korupsi, tetapi tidak satupun yang membawa hasil.

Menilik pada kinerja presiden SBY dalam pemberantasan korupsi, dapat terlhat dari sejak ia terpilih menjadi Presiden pada 2004. Tekadnya untuk memberantas korupsi direspons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sigap dan berani. Sejumlah oknum kepala daerah, oknum politisi, hingga oknum penegak hukum berhasil dijerat, termasuk besan presiden sendiri, Aulia Pohan. Kinerja pemberantasan korupsi saat itu tampak meyakinkan, sehingga amat pantas memberi ajungan jempol kepada SBY karena sudah membuktikan komitmennya. Namun, di awal periode kepemimpinannya yang kedua, konsistensi presiden tampak mulai meredup. Bukan hanya tak tegas, tetapi presiden pun sesekali tampak bimbang. Banyak kasus yang mencerminkan kebimbanagn SBY dalam menyikapi skandal korupsi. Pemberantasan korupsi berjalan di tempat, dan memberi bukti bahwa pemerintahan Presiden SBY berjalan tidak efektif, pun tidak bersih. Dengan begitu, pemerintahan Presiden SBY nyaris gagal mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), sehingga nyaris gagal pula mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean Government)

Di masa sekarang ini, setiap hari kita diajak untuk menonton dagelan politik di republik ini. Selalu saja ada politik pencitraan yang membuat aksi perang-perangan dengan segala tujuan. Kadang, untuk mengalihkan isu, menyelamatkan kepentingan partai atau bahkan untuk membela maruah keluarga. Rakyat tanpa sadar diajak untuk melihat hanky panky politik semacam ini sehingga lupa bahwa sebenarnya merekalah korban utamanya.

Buku ini dengan tajam menguliti gurita korupsi yang telah lama menggerogoti pilar-pilar kebangsaan kita. Buku ini terdiri dari 12 bab yang mencakup: Terlibatnya orang-orang presiden; Kanker korupsi di Indonesia; Aroma korupsi di kantor para menteri; Remisi untuk sang besan; Tragedi bernama BLBI; Mega-Skandal bank Century; Gayus Tambunan, ikan teri yang rakus; Kesaktian mafia pajak; Hanky-panky di lantai bursa; Utang Polisi dan Jaksa; KPK yang terkulai; Jangan suka tebang pilih.

Judul: Perang-Perangan Melawan Korupsi: Pemberantasan Korupsi di Bawah Pemerintahan Presiden SBY
Penulis : Bambang Soesatyo
Penerbit: Ufuk Press
Kolasi: xxiii, 354 hlm. ; 23 cm.
Bahasa: Indonesia

Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK.

Source : http://acch.kpk.go.id/perang-perangan-melawan-korupsi

Intisari Buku : Korupsi Mengorupsi Indonesia

Buku ini merupakan akumulasi pengetahuan dan pengalaman 30-an pakar dari berbagai bidang yang berasal dari berbagai negara, bahkan jumlah referensi yang dipergunakan mencapai lebih dari 1000 halaman ini mengindikasikan tidak saja komitmen kuat dari para penulis tetapi juga luasnya perspektif dan dalamnya analisa yang coba diungkap lewat buku ini.

Bagian awal buku ini mendiskusikan pemahaman dasar tentang korupsi termasuk perkembangan teori dan implementasinya di mana informasi tersebut akan banyak membantu terutama bagi pembaca pemula. Bagi kalangan akademisi dan para peneliti bagian ini penyegaran yang cukup membantu. Indikator tingkat korupsi juga diulas secara mendalam untuk membantu pembaca dalam mengitrepertasikan puluhan indikator dan index tingkat korupsi yang ada, di samping mengulas berbagai kelemahan dan kelebihan masing-masing indikator. Nah, pada bagian ini membantu menyamakan persepsi para pembaca sehingga lebih mudah untuk memahami isi buku secara keseluruhan.

 Pembahasan dilanjutkan dengan ulasan dari perspektif ekonomi di mana di dalamnya melekat juga aspek bisnis dan lingkungan hidup. Biaya korupsi, dampak lingkungan akibat korupsi, korupsi korporasi, pencegahan korupsi pada kondisi krisis dan penerapan Good Corporate Governance (GCG) merupakan isu yang dibahas dalam bagian ini.

 Bagian tiga dari buku ini menyoroti perspektif sejarah, politik dan adminitrasi negara termasuk di dalamnya adalah ulasan mengenai akar historis korupsi di Indonesia, demokarasi dan korupsi politik, political financing di era reformasi, korupsi di yayasan pemerintah dan reformasi birokrasi.  Dalam bagian empat diulas lemahnya integritas sistem peradilan kita, perspektif hukum upaya pemberantasan korupsi dan dasar-dasar  strategi pemberantasan korupsi di Indonesia. Di bagian ini juga didiskusikan secara mendalam tentang KPK dan permasalahannya yang melingkupinya serta kajian tentang pentingnya mekanisme whistleblower dalam mengungkap korupsi.

 Bagian kelima mengulas peran civil society di Indonesia dalam perang melawan korupsi. civil society mempunyai peran strategis yang tidak dapat dimainkan oleh aktor negara maupun aktor swasta. Sedangkan pada bagian enam ini menjabarkan proses terjadinya pergeseran pandangan global terhadap korupsi, kesulitan dan strategi alternatif dalam menegakkan integritas di daerah pasca konflik serta strategi perbandingan dan implementasi upaya pemberantasan korupsi di berbagai negara.

 Bagian terakhir adalah kaleidoskop korupsi di Indonesia dari masa VOC hingga masa reformasi. Penulisan yang disusun berdasarkan waktu dan dilengkapi dengan penjelasan singkat akan membantu kita memahami pasang surut korupsi dan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Selain itu, pada bagian ini juga akan menggambarkan betapa upaya pemberantasan korupsi selalu diagendakan oleh pemerintaah, tettapi berbagai faktor termasuk diantaranya lemahnya komitmen pemerintah, pendekatan yang tidak tepat, konflik kepentingan dan lemahnya peraturan mengakibatkan berbagai upaya tersebut tidak memberikan hasil yang menggembirakan.

Judul        : Korupsi Mengorupsi di Indonesia
Penulis     : Wijayanto& Ridwan Zachrie (Editor)
Penerbit     : Gramedia
Kolasi         : xix, 1131 hlm. ; 23 cm


Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK.

Source : http://acch.kpk.go.id/korupsi-mengorupsi-indonesia

Intisari Buku : Say NO to Korupsi

Korupsi di Indonesia saat ini sudah berkembang menjadi budaya yang secara memprihatinkan dimaklumi sebagian besar masyarakat Indonesia. Korupsi yang membudaya dalam birokrasi pemerintahan dan swasta menyebabkan munculnya dilema sosial dalam penanganan kasus korupsi di Indonesia. Pelan tapi pasti, korupsi mematikan proses pembangunan nasional yang mengakibatkan kerugian besar-besaran pada perekonomian negara dan investasi, baik dalam maupun luar negeri. Lambannya penindakan dan penegakan hukum dalam memberantas korupsi semakin memberikan celah bagi para koruptor untuk terus beraksi.
  
Buku 'Say No To Korupsi!' ini memberikan pembahasan umum tentang korupsi di Indonesia yang disertai dengan alternatif solusi bukan hanya untuk memberantas namun juga mencegah tindak korupsi di Indonesia. Buku ini disajikan dalam empat bab dimana bab 1 membahas secara umum tentang korupsi, seperti pengertian, bentuk-bentuk pencegahan, cara-cara mengetahui dan mengautopsi perkara korupsi, dsb. Di bab 2, penulis merumuskan delik korupsi dan tindak pidana lain yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi. Pada bab berikutnya, pembahasan difokuskan pada tahap-tahap penyelidikan dan penyidikan perkara tindak pidana korupsi. Untuk mengakhiri buku ini, di bab terakhir, penulis memberikan sudut pandangnya pada permasalahan korupsi di Indonesia dan bagaimana memecahkannya. Diharapkan buku ini dapat memberi pemecahan yang dapat dijadikan bahan pertimbangan guna mengatasi dilema yang ada di masyarakat dalam memberantas korupsi.

Judul        : Say No To Korupsi!
Penulis    : Juni Sjafrien Jahja
Penerbit    : Visimedia
Kolasi        : xii, 184hlm. ; 20 cm.

Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK.

Source :  http://acch.kpk.go.id/say-no-to-korupsi

Intisari Buku : Mega Skandal Korupsi di Indonesia

Korupsi adalah satu topik yang tiada henti dibicarakan. Meski berbagai upaya sudah dilakukan untuk memberantas tindak haram tersebut, akan tetapi korupsi masih saja terjadi. Kian meningkatnya jumlah kasus yang ditangani aparat penegak hukum menjadi bukti betapa penyakit korupsi sudah sangat parah. Nyata, korupsi sudah menggerogoti semua sendi bangsa ini.

Korupsi adalah satu kejahatan yang luar biasa dan merusak sendi-sendi bernegara. Bicara soal korupsi juga akan menyangkut bagaimana para elit di negeri ini berkolaborasi dalam mendesain bangunan sistem yang menunjang pemberantasan korupsi itu sendiri.

Hal ini mendorong Pusat Kajian Anti (PuKAT) Korupsi FH UGM untuk melakukan ikhtiar dalam meningkatkan upaya pemberantasan korupsi di Indonesia. Salah satu bentuk usaha yang dilakukan adalah dengan melakukan kajian atas kasus-kasus yang dianggap kontroversi dan menyita perhatian publik. Salah satu wadah yang digunakan dalam mengkritisi isu-isu aktual tersebut adalah dalam bentuk Forum Expert Meeting (FEM). Di forum itulah, sejumlah tokoh antikorupsi dan akademisi dengan background keilmuan yang beragam disatukan guna mengkaji suatu permasalahan secara ilmiah, komprehensif, dan rekomendatif.

Buku ini merupakan wadah untuk menyebarluaskan hasil kajian ilmiah FEM ke publik. Ada tiga topik yang dibahas dalam buku ini. Pertama, pendapat hukum FEM mengenai permohonan judicial review UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi pemberantasan Tindak Pidanan Korupsi (KPK). Kedua, eksaminasi putusan Mahkamah Konstitusi No. 005/PUU/2006: Pengujian UU No. 22 tahun 2004 tentang Komisi Yudisial dan UU No. 4 tahun 2004 tentang Kekuasaan kehakiman. Ketiga pendapat hukum FEM terkait kasus korupsi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) dan impeachment Presiden.

Judul         : Mega Skandal Korupsi di Indonesia  
Editor        : Danang Kurniadi, dkk
Penerbit    : Pukat Korupsi, Yogyakarta
Kolasi        : x, 167 hlm. ; 21 cm.

Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK.

Source : http://acch.kpk.go.id/mega-skandal-korupsi-di-indonesia