Senin, 18 Februari 2013

Intisari Buku : Perang Perangan Melawan Korupsi

Tidak ada bangsa di muka bumi yang sepenuhnya bebas dari perbuatan korupsi. Jika ada yang membedakan, terutama terletak pada skala dan kualitasnya. Indonesia termasuk sebuah negara dengan skala dan kualitas korupsi yang sangat dahsyat. Jauh sebelum merdeka, kita sudah dikenalkan dengan era VOC (Vereenigde Oost-Indische Compagnie/Kompeni India Timur) sebelum Nusantara ini diambil oleh pemerintah kolonial Belanda pada 1799. VOC hancur karena korupsi yang dilakukan kalangan elitenya, sehingga kompeni itu tersungkur, tidak dapat ditolong lagi. Tetapi jauh sebelum itu kerajaan-kerajaan yang pernah timbul-tenggelam di Nusantara, khususnya di daerah-daerah yang sistem feodalnya demikian kental, korupsi juga sudah merebak. Para pangeran yang sering berselisih sesama mereka hampir tidak ada yang terlepas dari virus korupsi.

Menyoroti kondisi terkini dalam kaitannya dengan praktik korupsi di Indonesia, rasanya hampir kehabisan kosa-kata untuk menggambarkannya saking parahnya. Jika dulu perbuatan terkutuk itu lebih banyak dilakukan oleh kaum elite, sekarang situasinya sudah menyeruak ke hampir seluruh tubuh bangsa ini. Sifatnya sistemik, menyeluruh, dan mengerikan. Korupsi di manapun selalu berkaitan dengan sistem kekuasaan. Sebuah sistem kekuasaan yang dipimpin oleh penguasa yang rapuh secara moral, tidak mungkin diharapkan punya nyali untuk memerangi korupsi, meskipun secara verbal berkali-kali berjanji untuk melakukannya. Sejak era Bung Karno dan seterusnya kita telah mengenal berbagai badan yang dibentuk pemerintah untuk melawan korupsi, tetapi tidak satupun yang membawa hasil.

Menilik pada kinerja presiden SBY dalam pemberantasan korupsi, dapat terlhat dari sejak ia terpilih menjadi Presiden pada 2004. Tekadnya untuk memberantas korupsi direspons Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dengan sigap dan berani. Sejumlah oknum kepala daerah, oknum politisi, hingga oknum penegak hukum berhasil dijerat, termasuk besan presiden sendiri, Aulia Pohan. Kinerja pemberantasan korupsi saat itu tampak meyakinkan, sehingga amat pantas memberi ajungan jempol kepada SBY karena sudah membuktikan komitmennya. Namun, di awal periode kepemimpinannya yang kedua, konsistensi presiden tampak mulai meredup. Bukan hanya tak tegas, tetapi presiden pun sesekali tampak bimbang. Banyak kasus yang mencerminkan kebimbanagn SBY dalam menyikapi skandal korupsi. Pemberantasan korupsi berjalan di tempat, dan memberi bukti bahwa pemerintahan Presiden SBY berjalan tidak efektif, pun tidak bersih. Dengan begitu, pemerintahan Presiden SBY nyaris gagal mewujudkan tata pemerintahan yang baik (good governance), sehingga nyaris gagal pula mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean Government)

Di masa sekarang ini, setiap hari kita diajak untuk menonton dagelan politik di republik ini. Selalu saja ada politik pencitraan yang membuat aksi perang-perangan dengan segala tujuan. Kadang, untuk mengalihkan isu, menyelamatkan kepentingan partai atau bahkan untuk membela maruah keluarga. Rakyat tanpa sadar diajak untuk melihat hanky panky politik semacam ini sehingga lupa bahwa sebenarnya merekalah korban utamanya.

Buku ini dengan tajam menguliti gurita korupsi yang telah lama menggerogoti pilar-pilar kebangsaan kita. Buku ini terdiri dari 12 bab yang mencakup: Terlibatnya orang-orang presiden; Kanker korupsi di Indonesia; Aroma korupsi di kantor para menteri; Remisi untuk sang besan; Tragedi bernama BLBI; Mega-Skandal bank Century; Gayus Tambunan, ikan teri yang rakus; Kesaktian mafia pajak; Hanky-panky di lantai bursa; Utang Polisi dan Jaksa; KPK yang terkulai; Jangan suka tebang pilih.

Judul: Perang-Perangan Melawan Korupsi: Pemberantasan Korupsi di Bawah Pemerintahan Presiden SBY
Penulis : Bambang Soesatyo
Penerbit: Ufuk Press
Kolasi: xxiii, 354 hlm. ; 23 cm.
Bahasa: Indonesia

Buku ini bisa dibaca di Perpustakaan KPK.

Source : http://acch.kpk.go.id/perang-perangan-melawan-korupsi

0 komentar:

Posting Komentar