Rabu, 27 Februari 2013

JANGAN TOLERANSI KORUPTOR

Kunjungan sejumlah tokoh ke rumah Anas Urbaningrum menunjukkan mereka lebih mengedepankan kepentingan politik dibandingkan dengan pemberantasan korupsi.
Kunjungan beberapa tokoh lintas partai kepada Anas Urbaningrum, tersangka kasus korupsi Hambalang, mendapat kecaman dari berbagai pihak. Mereka dinilai mengarahkan kasus hukum kepolitik dan tidak menyokong langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Koordinator Indonesian Coruption Watch (ICW), Danang Widoyoko mengatakan, kunjungan sejumlah orang ke rumah Anas Urbaningrum menunjukkan mereka lebih mengedepankan kepentingan politik dibandingkan dengan pemberantasan korupsi. "Saya tidak tahu kemana mereka akan letakkan muka jika bicara korupsi nanti. Seorang koruptor meski baru tersangka seharusnya selain diberikan sanksi hukum juga sanksi sosial, bukan malah diberikan simpati," katanya, Selasa (26/2).
Setelah Anas menjadi tersangka korupsi, beberapa tokoh mendatangi kediamannya di Duren Sawit, Jakarta Timur. Mereka antara lain Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, mantan Menteri Perindustrian Fahmi Idris, Ketua Dewan Pertimbangan Partai Hanura Harry Tanoesoedibjo, dan politisi Hanura lainnya Yuddhy Chrisnandy.
Danang mengingatkan kepada para tokoh tersebut bahwa upaya pemberantasan korupsi akan berhasil kalau seluruh komponen bangsa menerapkan zero tolerant bagi pelaku korupsi.
"Jangankan teman, saudara pun tidak akan dibela jika melakukan korupsi. Tapi saya yakin meski demikian KPK akan tegas memberantas korupsi. Mudah-mudahan dengan ditetapkannya Anas menjadi tersangka akan membuka kasus korupsi yang melibatkan partai-partai lain juga," katanya.
Gerakan Rakyat Anti Korupsi (Gerak) Indonesia meminta para elite politik untuk menahan diri. "Para tokoh elite tidak perlu membela tersangka secara berlebihan. Apakah karena berasal dari organisasi yang sama atau atas nama apapun, tersangka korupsi tetaplah tersangka. Biarkan KPK bekerja dan proses peradilan berjalan," kata Harlans M Fachra, Konsulat Nasional Gerak Indonesia di Jakarta, Selasa (26/2).
Harlans M Fachra menyatakan beberapa tokoh menggiring opini tersangka sebagai pihak yang dizolimi untuk menarik simpati publik. "Persoalan hukum harus diletakkan dalam konteks hukum. Kami menyerukan janganlah menggiring kasus ini ke persoalan politik. Fokus saja ke persoalan hukum," katanya.

Gerak Indonesia, lanjut Harlans M Fachra, juga merasa prihatin dengan banyaknya tokoh muda terjerat kasus korupsi. Kondisi ini tentu akan menyulitkan transisi kepemimpinan ke depan. Oleh karena itu, cukuplah kasus Anas sebagai kasus terakhir dugaan korupsi yang melibatkan generasi muda Indonesia. "Kami mendukung sepenuhnya kerja KPK.Kami meyakini sepenuhnya integritas KPK dalam kasus ini," ujarnya.
Pengamat Hukum Tata Negara dari Universitas Parahyangan Bandung, Asep Warlan Yusuf menyatakan tokoh yang bersimpati kepada Anas tidak memahami bahwa korupsi adalah musuh terbesar bangsa ini. "Meski tidak ada aturan hukum atau ketatanegaraan, sikap seperti itu tidak beretika dan melukai perasaan masyarakat," ujar Asep.
Sikap mereka ini, menurut Asep akan membuat sikap apatis masyarakat terhadap penegakan hukum dan pemberantasan korupsi semakin menjadi-jadi. "Mereka adalah tokoh masyarakat yang seharusnya memberikan contoh dan mendorong KPK untuk melakukan pemberantasan korupsi. Bukan malah memberikan dukungan moral bagi tersangka kasus korupsi yang sudah banyak menguras energi bangsa ini," kata Asep.
Setelah mendapat kecaman, beberapa tokoh yang mengunjungi Anas, menyatakan tidak bermaksud menggiring masalah hukum ke politik. Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso menjelaskan bahwa kunjungannya tak terkait status tersangka Anas.
"Mas Anas, kalau perjalanannya baik-baik, pasti dilirik menjadi pimpinan nasional, tiba-tiba dalam hitungan detik harus meninggalkan seperti itu. Jadi saya prihatin," ujar Priyo di gedung DPR, Senayan, Selasa (26/2).
Priyo mengatakan kedatangannya tak ada kaitan dengan status Anas sebagai tersangka. Priyo datang sebagai kerabat. "Ada memang pembicaraan soal politik, cuma yang ringan-ringan saja," tutur pria yang juga politikus Golkar itu.
Mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla menilai kunjungan tokoh lintas partai ke kediaman Anas Urbaningrum hanya untuk memberi dukungan moril terhadap permasalahan hukum yang dihadapinya. "Itu dukungan moril saja agar Anas tabah, jangan dilihat nuansa politisnya," katanya setelah memberi kuliah umum di Balai Sidang Universitas Indonesia (UI) Depok, Selasa.
Sejumlah kader Partai Demokrat khawatir, banyak penumpang gelap dalam kasus Anas. ‘'Banyak yang numpang ngetop di kasus Anas. Mereka mendramatisir kasus hukum ini menjadi kasus politik. Mudah-mudahan Anas sadar,'' kata Achsanul Qosasih Wakil Ketua Fraksi Demokrat.
Anggota Dewan Pembina Demokrat, Prof. Achmad Mubarok yang selama ini dikenal dekat dengan Anas mengatakan, sangat mungkin banyak yang mengambil kesempatan dalam kasus Anas. Banyak tamu yang bermaksud mengadu domba Anas dengan SBY.
‘'Bukan mereka simpati tapi malah memfaatkan kasus Anas. Ini bahaya kalau Anas tidak waspada. Saya berharap, Anas hati-hati. Kasus Anas ini kasus hukum, jangan dibawa ke ranah politik, karena bisa tambah runyam,'' tegas Mubarok.

Sumber : Jurnal Nasional, 27 Februari 2013

0 komentar:

Posting Komentar