Senin, 01 April 2013

Corruption Update : Dana Kuning di Kemenag

Jakarta - Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta kembali menyidangkan dua terdakwa perkara korupsi penggandaan Al-Quran dan pengadaan laboratorium madrasah tsanawiyah, Zul- karnaen Djabar, dan anaknya, Dendy Prasetya. Ada saksi mengungkapkan, dana kedua proyek itu adalah ”dana kuning” yang ditaruh di Kementerian Agama.
Sidang yang dipimpin Ketua Majelis Hakim Afiantara pada Kamis (28/3) menghadirkan tiga saksi, yaitu konsultan PT Adhi Aksara Abadi (A3I) sekaligus Direktur PT Sinergi Pustaka Indonesia (SPI), Abdul Kadir Alaydrus; Wakil Sekretaris Jenderal Gerakan Muda Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (Gema MKGR) Rizky Moelyopoetro; dan mantan Direktur Eksekutif PT Perkasa Jaya Abadi Nusantara Rudy Rosady.
PT A3I pernah mengerjakan proyek pertama penggandaan Al-Quran di Kemenag tahun 2011 senilai Rp 5,6 miliar dan Rp 22,5 miliar pada proyek kedua. Sementara PT SPI mengerjakan proyek penggandaan Al-Quran dan buku-buku agama pada 2012 senilai Rp 50 miliar.
Pada proyek senilai Rp 5,6 miliar, Abdul Kadir belum digandeng Fahd el Fouz, pengusaha kepercayaan terdakwa Zulkarnaen Djabar, yang mengaku menjadi broker proyek. Baru pada proyek Rp 22,5 miliar dan Rp 50 miliar, kubu Fahd mendekati PT A31 dan PT SPI.
Abdul Kadir sempat ditemui Fahd (yang juga Ketua Umum Gema MKGR) dan anak buah Fahd, yaitu Vasco Ruseimy (Ketua Harian Gema MKGR), Syamsurachman (pengurus Gema MKGR), dan Dendy (Sekjen Gema MKGR), pada setiap perencanaan proyek. Pertemuan dengan Fahd tersebut menjadi ajang untuk menekan Abdul Kadir agar tidak ikut lagi tender atau jika masih ingin tender harus mengikuti aturan mereka.
”Dia katakan begini, ’Kami punya pekerjaan di sini, itu pekerjaan kami, kalau mau ikut tender, maka ikuti keinginan kami’,” kata Abdul Kadir menirukan Fahd. Jika Abdul Kadir tetap mau ikut tender, kubu Fahd menawarkan kompensasi bagi hasil 15 persen dari nilai proyek.
”Apa jaminan kalau itu proyek mereka?” tanya jaksa penuntut umum dari Komisi Pemberantasan Korupsi, KMS A Roni. ”Kata Pak Fahd, ’Ini dana kuning yang ditaruh di Kemenag’,” ujar Abdul Kadir.
”Sepengetahuan Saudara, dana kuning itu apa?” tanya jaksa Roni. ”Mungkin arahnya ke grup Golkar. Saya tidak langsung mengaitkan dengan Partai Golkar. Awalnya, saya menduga MKGR, kemudian ternyata Gema MKGR, mereka afiliasinya ke Partai Golkar,” tutur Abdul Kadir.
Setelah berbicara dengan manajemen perusahaan, akhirnya fee 15 persen tersebut disetujui. Fee akan dibayar jika pemenang sudah diumumkan pasti. Baik pada proyek 2011 maupun 2012, proses lobi dan upaya pemenangannya sama.
Pada proyek 2011 senilai Rp 22,5 miliar sempat ada kendala karena PT Macanan ternyata menduduki urutan pertama dan PT A3I urutan kedua. Melihat gelagat yang tak diinginkan, kubu Fahd langsung bertindak. ”Pak Fahd katanya marah-marah di hadapan pejabat pemerintah. Katanya, ’Kami sudah deal dengan mereka, tapi kok A3I nomor dua’,” kata Abdul Kadir.
Tak hanya marah, Fahd juga melobi PT Macanan dan PT A3I. Abdul Kadir menduga Fahd meminta Macanan mundur dari lelang. Sebagai kompensasi, PT A3I akan memberikan sebagian proyek kepada PT Macanan. Pada akhirnya, PT Macanan memang diberi jatah proyek oleh PT A3I.
Hakim mencecar
Selain marah-marah meminta PT Macanan mundur, terungkap pula upaya menjegal PT Macanan dengan memasukkan syarat baru berupa kewajiban memiliki gudang minimal 5.000 meter persegi. Abdul Kadir tak tahu soal ketentuan tersebut, tetapi pihaknya memang memiliki gudang walau bukan milik perusahaan.
Afiantara sempat mencecar Abdul Kadir apakah tahu bahwa persyaratan luas gudang itu hanya mengada-ada. ”Tahu enggak awalnya tak ada syarat gudang?” tanya hakim Afiantara, yang dijawab ”tidak tahu”. ”Kok, bisa ya, sulapannya itu loh, yang nomor 2 dijadikan nomor 1,” ujar Afiantara.
Akhirnya, PT A3I memenangi proyek 2011 dan PT SPI memenangi proyek 2012. Pada Desember 2011, Abdul Kadir merealisasikan fee untuk kedua proyek tersebut senilai Rp 9,25 miliar berupa cek yang diserahkan kepada Syamsurachman. Seharusnya nilai fee lebih dari Rp 10 miliar, tetapi tidak disanggupi Abdul Kadir. Pihak Fahd menahan sertifikat.
Sumber : Kompas, 30 Maret 2013

0 komentar:

Posting Komentar