Senin, 01 April 2013

Diskusi Media Bahas Kewenangan Penindakan di KPK

Komisi pemberantasan Korupsi rutin menggelar acara diskusi media untuk meningkatkan kapasitas dan wawasan wartawan yang bertugas di KPK tentang pemberantasan korupsi. Kali ini KPK menggelar diskusi media dengan tema “Kewenangan KPK dalam Penyelidikan, Penyidikan, dan Penuntutan”, yang dibawakan oleh penyidik KPK, Novel Baswedan. Acara berlangsung pada Selasa (26/3), di Auditorium KPK, Jl. HR. Rasuna Said, Jakarta.
Dalam paparannya, Novel menjelaskan bahwa korupsi merupakan kejahatan luar biasa. Dalam pertimbangan Undang-Undang Tipikor, disebutkan  bahwa tindak pidana korupsi yang selama ini terjadi secara meluas, tidak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat secara luas. “Sehingga tindak pidana korupsi perlu digolongkan sebagai kejahatan yang pemberantasannya harus dilakukan secara luar biasa,” papar Novel.
Sesuai Pasal 38 ayat (1) UU KPK, segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam UU Hukum Acara Pidana, berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan penuntut umum pada KPK. “Kewenangan ini dilakukan berdasarkan hukum acara yang berlaku dan berdasarkan UU Pemberantasan Tipikor,” lanjut lulusan Akademi Kepolisian tahun 1998 ini.  
Di KPK, lanjut Novel, pelaksanaan penyelidikan diakhiri dengan laporan penyelidik yang disampaikan pada forum ekspose yang dihadiri pimpinan, penyidik, penuntut, dan struktural yang terkait dalam rangka untuk menentukan apakah sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup. “Dalam hal dari proses penyelidikan tidak ditemukan bukti permulaan yang cukup, penyelidik melaporkan kepada KPK untuk menghentikan penyelidikan,” ucap pria yang menyelesaikan pendidikan S-2 di Universitas Padjajaran pada 2010 ini.
Tahap lanjutan dari penyelidikan adalah penyidikan. Proses penyidikan dilakukan dengan ketentuan hukum pembuktian, baik yang diatur dalam KUHAP maupun perluasan alat bukti yang diatur dalam UU Pemberantasan Tipikor. Setelah penyidikan dinyatakan cukup, maka penyidik membuat berita acara dan disampaikan kepada pimpinan KPK untuk segera ditindaklanjuti.
Selanjutnya, dilakukan pelimpahan berkas perkara (tahap I) dan diikuti dengan penyerahan tanggung jawab tersangka dan barang bukti dari penyidik kepada penunutut umum. Penuntut umum setelah menerima berkas perkara dari penyidik wajib melimpahkan kepada Pengadilan Negeri paling lambat dalam waktu 14 hari kerja.
Selain terkait kerugian negara, delik suap, penggelapan dalam jabatan, delik pemerasan, delik benturan kepentingan dalam pengadaan, dan gratifikasi, sejak tahun 2010 kewenangan penyidikan di KPK diperluas seiring dengan keluarnya UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Dalam pasal 74 UU tersebut dinyatakan bahwa penyidikan TPPU dilakukan oleh penyidik tindak pidana asal sesuai dengan ketentuan hukum acara dan ketentuan peraturan perundang-undangan. “Sementara sesuai dengan pasal 75, jika penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup terjadinya TPPU dan tindak pidana asal, maka penyidik menggabungkan penyidikan tindak pidana asal dengan penyidikan TPPU dan memberitahukannya kepada PPATK,” lanjut Novel.
“Adanya pemberantasan TPPU diharapkan dapat menjadi efek jera terhadap banyaknya tindak pidana yang menghasilkan uang dalam jumlah besar,” pungkasnya.
(Humas KPK)

0 komentar:

Posting Komentar