JAKARTA– Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menengarai profiling harta kekayaan yang dimiliki tersangka kasus dugaan suap pengurusan kuota impor daging sapi, Luthfi Hasan Ishaaq (LHI) tidak wajar.
Wakil Ketua KPK Bidang Penindakan Bambang Widjojanto menyatakan, penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) kepada LHI bukan tanpa alasan. Dia disinyalir memiliki sejumlah kekayaan yang bisa dikualifikasikan sebagai pencucian uang.
Sayangnya, KPK belum bersedia menyebutkan apa saja aset-aset yang dimiliki LHI terkait TPPU yang tengah didalami penyidik. “Nggak mungkin sekarang ini diberitahukan. Prosesnya sedang berjalan. Sekarang sedang dalam pemeriksaan dan pendalaman lebih lanjut,” kata Bambang di Gedung KPK, Jakarta, kemarin.
Penyidik KPK masih terus mengumpulkan informasi terkait apa saja aset LHI. Dia berharap publik yang memiliki informasi tersebut dapat menyampaikannya kepada KPK. Pihaknya juga sudah hampir menengarai berapa jumlah aset dan di mana saja tempatnya. “Berapa jumlahnya, apa saja, di mana tempatnya tidak bisa kita sampaikan. Itu adalah strategi penyidikan kami. Nanti akan mengganggu proses yang sedang dilakukan penyidik,” paparnya.
Juru Bicara KPK Johan Budi SP menyatakan, kemarin penyidik memeriksa tiga orang sebagai saksi untuk LHI. Melani Mulja (swasta) diperiksa sebagai saksi kasus suap pengurusan kuota impor daging sapi, M Ali Imran (karyawan swasta) dan Ahmad Fathanah diperiksa terkait kasus suap/TPPU LHI.
Menurut Johan, hasil identifikasi bentuk aset TPPU LHI belum bisa disimpulkan. “Saya belum tahu bentuknya apa. Informasinya belum saya terima,” ungkapnya. Koordinator Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MAPPI) Choky Risda Ramadhan menyatakan, penerapan TPPU terhadap LHI merupakan langkah yang bagus dari KPK.
Dia menyatakan, penyitaan yang segera dilakukan oleh penyidik menunjukkan KPK semakin berani mengenakan TPPU dalam perkara korupsi sebagai predicate crime-nya. “Dengan menggunakan TPPU, hasil kekayaan/aset yang diperoleh LHI dari hasil korupsi dapat disita dan dirampas oleh negara,” kata Choky saat dihubungi KORAN SINDO,kemarin.
Menurut Choky, pernyataan kuasa hukum LHI yang menyatakan penerapan TPPU kepada kliennya karena KPK tidak bisa membuktikan suapnya, tentu belum bisa dibenarkan. Beberapa pasal di Undang-Undang (UU) No 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU menyebutkan tidak perlu dibuktikan dulu korupsinya (suap).
Sumber : Seputar Indonesia, 04 April 2013
0 komentar:
Posting Komentar